Syairadalah puisi lama yang juga memiliki ciri-ciri yang membantu kamu mana agar lebih memahami tentang syair tersebut. 1. Syair agama tergolong syair terpenting, terbagi menjadi 4, yakni syair sufi, syair mengenai ajaran Islam, syair riwayat Nabi, serta syair nasihat. Siang dan malam igau-igauan Contoh Syair. 3. Syair Agama (Syair
Syairjuga merupakan salah satu bentuk sastra yang sangat populer pada masyarakat Melayu selain pantun. Isi yang dikandung dalam syair biasanya merupakan falsafah hidup, nasihat, dan tentang keagamaan. Akan tetapi sleain itu adapula syair yang berisikan tentang cerita sejarah, kisah romantis, syair kiasan, dan sebagainya.
Ishakbin Khalaf bercerita bahwa pada suatu malam duduklah Dawud Ath Thai di atas teras rumahnya sewaktu terang bulan. Dia bertafakur, merenungkan semesta dengan mengarahkan pandangannya ke langit. Baca Juga Warga Gaza Kembali Berbenah Bersihkan Puing-Puing Bangunan 15 Nama Gerbang Masjid Al Aqsa dan Sejarah di Baliknya
Syairadalah puisi lama yang juga memiliki ciri-ciri yang membantu kamu mana agar lebih memahami tentang syair tersebut. 1. Terdiri dari 4 barisnya terbagi menjadi 4, yakni syair sufi, syair mengenai ajaran Islam, syair riwayat Nabi, serta syair nasihat. Contoh syair agama seperti syair perahu, syair dagang "banyak yang bilang karangan
SyamsiTabriz, seorang sufi yang dengan tenang pernah membuang buku-buku filsafat Rumi ke dalam sumur. "Buku ini sangat rumit dan sulit difahami," katanya sambil melempar buku-buku tebal Rumi ke dasar sumur. Rumi amat marah dan mengatakan betapa besar kerugian akan peristiwa itu. Tapi Syamsi, masih tenang.
Cintatiada lain kecuali maknanya. Namun jika engkau mencintai dengan banyak keinginan, wujudkan menjadi keinginanmu; Luluhkan hati, mengalir bagai kali, nyanyikan lagu persembahan malam, kenali kepedihan kemstraan yang terlalu dalam, merasakan luka akibat pengertianmu sendiri tentang cinta, serta meneteskan darah duka dan cita, terjaga di fajar dengan hati seringan awan.
Mungkinkata-kata quote Jalaluddin Rumi bisa jadi penyemangat. 1. "Biarkanlah dirimu dibentuk oleh tarikan yang kuat dari sesuatu yang kamu cintai." 2. "Setiap penglihatan tentang keindahan akan lenyap. Setiap perkataan yang manis akan memudar." 3.
Syairsyair. Cinta murni kepada Tuhan adalah puncak tasawuf Rabi'ah. Syair-syair kecintaannya kepada Allah kemudian banyak keluar dari ucapan sufi-sufi besar seperti Fariduddin Al-Athar, Ibnu Fardih, Al-Hallaj, Ibnu Arabi, Jalaluddin Rumi telah dimulai lebih dahulu oleh Rabi'ah. Setengah dari syairnya adalah: "
jCfUhR.
- Advertisement - Foto/Ilustrasi/Unsplash Penulis Richa Ardelila Hutabarat Mari berbicara tentang cinta, barangkali jika tidak ada cinta, manusia tidak bakal hadir dan mendiami alam semesta ini. Ia ada dan wujud tidak lain karena hasil “racikan” cinta. Cinta begitu sublim, begitu suci dan alami, sehingga begitu ia datang dalam jiwa, yang tampak kemudian adalah keindahan, kedekatan, dan kebahagiaan. Tidak ada lagi jurang pemisah, yang ada hanyalah kedekatan yang begitu dekat, sedekat bunga dengan kelopaknya, sedekat daun dengan tangkainya. Bahkan sedekat lebah dengan madunya atau mungkin lebih dekat dari itu. Syaikh Abdullah Ath-Thanthawi berujar, “Cinta, acapkali ketika kata ini disebut, jiwa manusia pun bergetar, terbuai oleh perasaan indah nan mulia. Seakan tersiram oleh keindahan cinta yang berbaur dengan keharuman minyak Yasmin. Orang yang dimabuk cinta seakan tak puas bila tak bermandikan air hujan nan bersih-suci, disiram oleh tangan kasih penulis. Dan, ia pun seakan terbang nan jauh di sana. Menerobos hujan yang tenang, melambai gemulai, indah, dan bersiramkan wewangian misik. Ia menghimpun orang yang dicintai ke arena keharuman wewangian, membawanya mengelilingi harumnya mawar. Manis dan begitu indah”. Apa dan bagaimana sesungguhnya cinta itu? Bagaimana perspektif para sufi tentang hal ini? Nah, cinta menurut paradigma para sufi lebih dikenal dengan istilah mahabbah. Cinta kepada Allah mahabbatullah adalah cinta kepada Sang Kekasih yang ditandai dengan tiga ciri utama, yaitu memiliki kepatuhan kepada-Nya selaku Kekasih sejati yang disertai dengan membenci segala bentuk sikap yang melawan kepada-Nya, menyerahkan diri secara total kepada-Nya, dan mengosongkan hati dari segala hal kecuali hanya Dia. Karena itu, di sini penulis ingin mengajak pembaca ikut terhanyut dalam nyanyian Syair cinta dari ketiga sufi ini, yaitu Nyanyian cinta Rabi’ah Al-Adawiyah Rabiah Al-Adawiah adalah satu-satunya sufi dari kalangan wanita yang namanya sampai hari ini terus dikenang. Nama lengkapnya adalah Ummul Khair Rabi’ah binti Ismail Al-Adawiyah al-Qissiyah. Ia dilahirkan di Bashrah sekitar tahun 95 H/713 M. Selama hidupnya ia tidak pernah menikah lantaran seluruh cintanya dipersembahkan untuk Allah SWT, semata. Lihatlah syair-syair cinta yang disenandungkannya berikut ini “Aku cinta kepada-Mu dengan dua cinta cinta asmara dan cinta Haq buat-Mu cinta asmaraku adalah sibuk dengan-Mu dan melupakan yang lain adapun cinta yang haq yaitu Kau singkapkan tabir penuntunku hingga aku bisa melihat-Mu.” Dalam bait syairnya yang lain, “Ku cinta Engkau lantaran aku cinta lantaran Engkau patut dicinta cintaku lah yang membuat rindu pada-Mu demi cinta suci ini bukalah tabir penutup tatapan sembahku janganlah Engkau puji aku lantaran itu bagi-Mu segala puji itu.” Nyanyian cinta abu Manshur Al-Hallaj Nama lengkapnya adalah Abu Al-Mughits Al-Husain Ibnu Mansyur Ibnu Muhammad Al-Baidhawi. Ia dilahirkan di negeri Baidha’, salah satu kota kecil di Negeri Persia pada tahun 244 H 858 M dan dewasa di Kota Wasith, dekat Baghdad. Al-Hallaj memandang Tuhannya seumpanya kekasih yang penuh pesona, dan karena itu ia tidak ingin berpisah dengan-Nya. Lihatlah bagaimana Al-Hallaj mengungkapkan bara rindunya dalam senandung syairnya berikut ini “Aku tak kan serahkan jiwaku kesakitan aku hanya tahu bahwa mautlah yang menyembuhkannya satu pandangan dari-Mu wahai zat yang idam-idamkan aku lebih senang mencintai-Mu daripada dunia dan seluruh isinya jiwa yang meredam cinta senantiasa sabar menahan derita sakit semoga menjemput Dia sendiri yang mengobatinya.” Nyanyian cinta Jalaluddin Rumi Nama lengkapnya adalah Jalaluddin Muhammad Ibnu Muhammad Al-Bakhali al-Kunuwi. Lahir di kota Balkh Khurasan, yang dikenal saat ini sebagai Afganistan, pada 6 Rabi’ul Awal 604 H. Adapun Balkh, adalah salah satu kota penting, pusat intelektual dan kebudayaan Persia pada Dinasti Khawarizmi. Dinasti Khawarizmi merupakan dinasti yang berkuasa dengan ibu kota Bukhara saat itu. Rumi adalah sosok yang benar-benar dimabuk cinta oleh keindahan Sang Pemilik Cinta, sehingga di pusara Jalaluddin Rumi terdapat lukisan cinta kepada Sang Ilahi. “Mana yang lebi berharga Kerumunan beribu orang atau kesendirian sejatimu? Kebebasan atau kuasa atas seluruh negeri? Sejenak, sendiri dalam bilikmu akan terbukti lebih berharga dari pada segala hal lain yang mungkin kau terima Oh Tuhan Telah kutemukan cinta Betapa menakjubkan, betapa hebat, betapa indahnya!.. Kuhanturkan puja-puji bagi gairah yang bangkit Dan menghiasi alam semesta ini maupun segala yang ada di dalamnya! Ketika engkau merasa bergairah cari tahu sebabnya Itulah tamu yang takkan pernah kau selami dua kali Adakalanya dengan tujuan menolong Dia membuat kita sengsara tapi kepiluan hati demi Dia Membawa kebahagiaan Senyum akan datang, sesudah air mata Siapa paun yang meramalkan ini adalah hamba yang diberkati Tuhan Dimana pun air mengalir, hidup akan makmur Dimana pun air mata berderai, Rahmat Ilahi diperlihatkan Pilihlah cinta. Ya, cinta! Tanpa manisnya cinta, hidup ini adalah beban Tentu engkau telah merasakannya hati yang kacau Tak dapatkan kesenangan hidup dalam kebohongan. Air dan minyak tak dapat menyalakan cahaya. Hanya perkataan yang benar membawa kesenangan hidup Kebenaran adalah umpan yang sangat memikat hati Pergilah ke pangkuan Tuhan, Dan, Tuhan akan memelukmu dan menciummu, dan menunjukkan Bahwa Dia tidak akan membiarkanmu lari dari Nya Ia akan menyimpan hatimu dalam hati Nya Siang dan malam Kesabaranmu mati pada malam ketika Cinta lahir! Dari anggur cinta, tuhan menciptakanku! Barangsiapa menjadi mangsa cinta, mana mungkin dia menjadi mangsa sang maut? Hari perpisahan lebih panjang dari pada Hari Kebangkitan Dan, maut lebih cantik daripada derita perpisahan Aku boleh mati, tetapi gairahku kepada-Mu takkan pernah mati Telah kupalingkan hatiku dari dunia dan segala kesenangannya Kau dan hatiku bukanlah dua wujud yang berpisah Dan, tak pernah kelopak mataku menutup di dalam lelap Kecuali kutemukan Kau antara mata dan bulu mataku Mereka tahu pasti bahwa aku sedang jatuh cinta Tetapi mereka tak tahu siapa yang kucintai Hatiku mencintaimu sepanjang hidupku, dan ketika aku mati Maka tulang-tulangku, kendati hancur, mencintai Mu dalam debu Hari ini aku lupa sembahyang karena cintaku yang meluap-luap Dan aku tak tahu lagi pagi atau malamkah sekarang Karena ingatak kepada Mu, wahai Tuhan, adalah makanan dan minumanku Dan, wajah-Mu, saat aku melihat-Nya, adalah obat penderitaanku Aku adalah Dia yang kucintai dan Dia yang kucintai adalah aku.” Editor nurul Liza Nasution - Advertisement -
Seiring berjalannya waktu, agama Islam kian berkembang pesat dari berbagai aspeknya dan menyebar ke seluruh penjuru dunia. Sehingga mengundang berbondong-bondong manusia untuk memeluknya. Terdapat banyak faktor yang menyebabkan agama Islam dapat diterima oleh manusia dari berbagai kalangan tanpa memandang ras, suku, budaya tertentu. Salah satu yang menyebabkan Islam banyak diterima adalah faktor kesenian, seperti musik, sastra, kaligrafi dan lainnya yang memberi sumbangsih sangat besar terhadap perkembangan dan kemajuan agama Islam. Hal itu terlihat dengan adanya karya-karya monumental peninggalan-peninggalan para seniman, dan budayawan muslim yang masih dapat kita lihat dan nikmati hingga sekarang ini. Kata syair berasal dari bahasa Arab “syu’ur” yang berarti perasaan. Menurut KBBI Kamus Besar Bahasa Indonesia, syair adalah puisi lama yang tiap bait terdiri atas empat larik baris yang berakhir dengan bunyi yang sama. Syair dalam lintasan sejarah sastra Arab, memiliki peranan yang sangat penting dalam sistem sosial budaya bangsa Arab. Tradisi bersyair di kalangan masyarakat Arab, diduga telah ada, jauh sebelum agama Islam lahir. Syair tertua diperkirakan berasal dari zaman Jahiliyah, sekitar dua abad sebelum Hijriyah, yang disebut saat ini dengan istilah syair Jahili. Pada masa Jahiliyah syair menempati posisi penting di kalangan masyarakat Arab. Untuk itu penyair memperoleh penghormatan dari masyarakat lebih dari seorang orator. Pada masa itu biasanya syair dibacakan di tengah khalayak, pada tempat-tempat tertentu seperti pasar. Pasar syair yang paling terkenal saat itu adalah suqukkazh. Syair yang paling bagus, mendapat penghargaan dengan digantung di atas Kabah, dan mendapat gelar al-mu’allaqat. Jenis-Jenis Syair Syair dibagi menjadi beberapa jenis, yakni Pertama, syair agama. Syair ini dikenal di Indonesia seiring masuknya agama Islam. Syair agama biasanya berisi ajaran sufi, ajaran Islam, cerita nabi, dan nasihat. Pada umumnya, syair agama digunakan sebagai bagian dari dakwah di zaman dahulu atau menjadi media bagi para pendakwah menyampaikan ajaran Islam. Kedua, syair kiasan. Kunci utama yang ada di dalam syair ini adalah kiasan. Kiasan yang digunakan pada syair ini umumnya digunakan sebagai sindiran atas peristiwa atau kejadian tertentu. Kiasan yang digunakan biasanya memakai perandaian objek tertentu seperti hewan, bunga, atau buah. Ketiga, syair panji. Jenis syair yang satu ini biasanya bercerita tentang keadaan, peristiwa dan orang-orang yang dalam istana. Keempat, syair romantis. Syair romantis merupakan syair yang berisi kisah-kisah percintaan dan kasih saying. Di sisi lain ia juga dapat merupakan kisah cerita rakyat atau hikayat. Kelima, syair sejarah. Syair sejarah dibuat berdasarkan dari sebuah peristiwa tertentu, tokoh, atau tempat-tempat yang mengandung sejarah yang dalam. Keenam, syair kehidupan. Syair kehidupan merupakan jenis syair yang berbicara tentang kehidupan. Kehidupan sendiri memiliki makna yang cukup luas seperti bicara tentang kegundahan akan hidup, tentang Yang Maha Kuasa, tentang ilmu hidup dan juga bicara tentang kesenangan hidup. Ketujuh, syair jenaka. Syair jenaka biasanya berisi tentang segala sesuatu hal yang sifatnya sebagai hiburan atau upaya untuk membuat hati yang gundah menjadi ceria. Pada masa khilafah Abbasiyah, muncul untuk pertama kalinya corak syair Arab baru yang dinamakan dengan al-syi’r al-wujdani syair spiritual. Syair dengan jenis seperti ini merupakan ciri khusus penyair sufi. Syair sufi pada dasarnya adalah bagian daripada syair religi Islam yang bersifat mistik. Karena lebih banyak dipengaruhi oleh aspek-aspek batin dibanding logika, Jadi syair sufi sesungguhnya adalah gabungan antara mistik dan filsafat. Muhammad al-Mun’im Khafaji membagi masa perjalanan dan perkembangan syair sufi ke dalam lima fase, yaitu Fase Pertama Fase awal sejarah perkembangan syair sufi dimulai pada kisaran tahun antara 100-200 H, sepanjang abad kedua Hijriyah, pada masa khilafah Bani Abbasiyah. Syair sufi pada periode ini masih terhitung sedikit, hanya terdiri dari beberapa bait saja. Di antara penyair sufi yang hidup pada masa tersebut adalah Rabi’ah al-Adawiyah 185H Fase Kedua Fase kedua merupakan fase sekitar dua abad dari abad ke-3 hingga abad ke-4 Hijriyah. Pada periode ini syair sufi mulai mengalami perkembangan dan kemajuan. Di antara penyair sufi masa ini adalah Abu Turab Askari ibnu al-Husain al-Nakhsyabi 245 H, Abu Hamzah al-Khurasani W. 290 H, al-Mutanabi, Syarif Ridha dan lainnya. Fase Ketiga Fase ketiga perkembangan syair sufi berkisar antara tahun 400-600 H. Kurang lebih dua abad lamanya. Pada fase ini sastra sufi didominasi oleh corak cinta Ilahi, pujian bagi Rasul, kerinduan pada tempat-tempat yang disucikan, dan ajakan kepada keutamaan ajaran Islam. Pada masa inilah mulai berkembangnya sastra sufi Persia, dan munculnya penyair-penyair besar Arab seperti al-Ma’ari dan Mihyar. Adapun penyair sufi yang ada pada masa ini di antaranya adalah al-Sahrawardi al-Syami 586 H, al-Rifâ’I 587 H, Abd al-Qadir al-Jîlani Fase Keempat Perkembangan syair sufi Arab-Islam sekitar abad ke-7 Hijriyah. Pada fase inilah syair sufi berada pada puncak kejayaannya. Penyair-penyair besar masa ini di antaranya adalah Ibnu al-Faridh 632 H, Jalaluddin al-Rumi, Muhyidin Ibnu Arabi 638 H/1240 M al-Bushairi 690 H/1290 M, Ibnu Atha’illah al-Iskandari 707 H, dan lainnya. Fase Kelima Fase kelima dari perkembangan syair sufi dimulai dari abad ke-8 Hijriyah hingga sekarang. Tokoh penyair sufi yang terkenal adalah al-Sya’rani 898-973 H, al-Nabalsi 1143 H, dan lainnya. Meskipun dari segi bentuk syair sufi tidak berbeda dengan syair lainnya, namun dari segi kandungan ada beberapa karakteristik tersendiri yang dimiliki oleh syair sufi. Syair Abu Nawas Berikut adalah contoh kutipan syair ciptaan tokoh kocak Abu Nawas, salah satu penyair terbesar sastra Arab klasik, yang berjudul Al-I’tiraf Sebuah Pengakuan Tuhanku, hamba tidaklah pantas menjadi penghuni surga Firdaus. Namun, hamba juga tidak kuat menahan panas api neraka. Maka perkenankanlah hamba bertobat dan ampunilah dosa-dosa hamba. Karena sesungguhnya Engkau Pengampun dosa-dosa besar. Kutipan dua bait syair di atas tentu sudah sangat akrab di telinga masyarakat Indonesia terutama kaum tradisionalis Islam. Beberapa saat menjelang shalat Magrib atau Subuh, jemaah di masjid-masjid atau musala di pedesaan biasanya mendendangkan syair tersebut dengan syahdu sebagai puji-pujian. Isi syair al-i’tiraf menggambarkan seorang hamba yang mendamba-dambakan surge. Namun ia sadar akan ketidakpantasan dirinya untuk mendapatkannya sebab begitu banyak dosa dan hina yang melumuri dirinya. Akan tetapi, ia juga sangat takut akan panasnya api neraka. Kemudian ia teringat bahwa Tuhannya adalah Sang Maha Pengampun. Maka berdoalah ia seraya memohon ampun atas segala dosa-dosanya. Penyunting M. Bukhari Muslim